Majalah Farah Edisi November 2018. |
Di selatan Spanyol terbentang sebuah kota bernama Granada. Kota yang
berada di kaki pegunungan Sierra Nevada ini akan membawa kita bernostalgia
tentang kejayaan Islam di Spanyol. Cahaya Islam pernah menyinari negeri Matador
tersebut selama kurang lebih 700 tahun. Granada menjadi benteng Islam terakhir
sebelum diambil alih oleh penguasa Katolik di penghujung abad ke-15.
Keinginan untuk melihat jejak-jejak peninggalan Islam tersebut membawa saya ke kota yang berada di wilayah Andalusia ini. Saya menempuh perjalanan selama kurang lebih 5 jam dengan menumpang bis malam dari Madrid. Menjelang subuh, saya sudah menjejakkan kaki di Granada.
Alhambra
Istana Alhambra menjadi tujuan pertama saya ketika menapaki Granada. Kata Alhambra berasal dari bahasa Arab “Al-Hamra” yang berarti merah, sesuai dengan warna tembok-tembok istana tersebut. Istana yang berdiri di atas bukit Al-Sabika ini semula hanya berupa benteng pertahanan sampai datangnya Muhammad bin Al-Ahmar (atau lebih dikenal sebagai Muhammad I) yang kemudian memugarnya menjadi sebuah istana.
Cara praktis menuju Alhambra adalah dengan menaiki sebuah minibus C3 yang berangkat dari Plaza Isabel La Catolica. Sangat disarankan untuk membeli tiket masuknya secara online beberapa hari sebelum kunjungan. Tiket masuk istana merah ini sering habis karena minat yang sangat tinggi dari para wisatawan. Kalau tidak sempat membeli online, datanglah lebih pagi seperti yang saya lakukan. Ketika saya sampai di gerbang masuk Alhambra, sudah ada antrian pembeli tiket meskipun loketnya masih tutup. Alhambra sendiri buka setiap hari mulai pukul 8:30 dengan harga tiket masuk sebesar 14 euro. Tempat-tempat yang dapat dikunjungi di Alhambra antara lain Nasrid Palace, Alcazaba, dan Generalife.
Perlu diperhatikan, khusus Nasrid Palace hanya dapat diakses pada waktu yang tertera pada tiket. Pada tiket saya tertulis jam 9, sehingga istana tersebut menjadi tempat pertama yang saya masuki di Alhambra.
Memasuki Nasrid Palace, bersiaplah untuk terpukau dengan maha karya arsitektur khas Islam yang tersaji di dalamnya. Ukiran-ukiran indah yang cukup rumit dan detail menghiasi dinding-dinding istana termasuk kaligrafi bertuliskan “Wa laa ghaalib Ilallah”. Tulisan yang berarti “Tidak ada Kemenangan selain milik Allah” tersebut menghiasi hampir setiap dinding istana dalam berbagai bentuk seperti horizontal, vertikal, maupun lengkungan. Sungguh menakjubkan!
Barisan kata "Wa laa ghaalib Ilallah" yang menghiasi hampir setiap dinding istana |
Court of The Myrtles |
Patio of The Lions |
Di sisi selatan Patio of the Lions, terdapat sebuah ruang bernama Hall of Abencerrajes. Memandang ke langit-langit ruangan tersebut, mata dibuat terpana menyaksikan keindahan kubahnya. Kubah berbentuk bintang tersebut dihiasi oleh ornamen-ornamen menyerupai stalaktit dan dipagari oleh rangkaian kaligrafi. Sangat cantik!
Alcazaba |
Generalife |
Perkampungan Tua Albaycin
Belum sah ke Granada kalau belum mengunjungi Albaycin, sebuah perkampungan tua bangsa Moor. Jalan-jalan sempit berbatu yang diapit oleh rumah-rumah bercat putih menjadi ciri khas kawasan ini. Untuk mencapai perkampungan ini, saya menaiki minibus C1 yang berangkat dari Plaza Nueva.
Pemandangan Alhambra dari Albaycin |
Tak jauh dari Mirador de San Nicolas, berdiri Masjid Agung Granada. Rasa haru meliputi diri ketika bisa mendengar suara adzan secara langsung untuk pertama kalinya setelah lebih dari sebulan berada di Spanyol. Saya pun menuju tempat berwudhu dan kemudian menunaikan sholat Ashar.
Masjid Agung Granada |
Plaza Nueva
Sisa perjalanan saya habiskan di Plaza Nueva yang merupakan alun-alun kota Granada. Tempat ini cocok untuk melepas lelah setelah seharian menjelajahi Alhambra dan Albaycin.
Plaza Nueva |
Tepat di sebelah alun-alun tersebut, berdiri gedung-gedung pertokoan. Memasuki gang-gang sempit di antara pertokoan, anda akan disambut oleh pedagang-pedagang asal Maroko yang siap menawarkan berbagai macam tas, pakaian, scarf, dan kain khas negaranya. Selain penduduk asli Spanyol, di Granada memang cukup banyak dijumpai imigran dari utara Afrika ini yang sebagian besar adalah muslim. Tak heran ketika cukup mudah untuk menemukan masjid/musholla di Granada. Pun di antara gedung-gedung pertokoan ini, terdapat sebuah musholla. Sebelum meninggalkan Granada untuk kembali ke Madrid, saya mampir dulu ke musholla ini untuk menunaikan sholat maghrib.
Transportasi Menuju Granada
Granada merupakan kota di Spanyol yang berada di wilayah Andalusia. Granada dapat dicapai dari kota-kota besar di Spanyol seperti Madrid dan Barcelona dengan menggunakan bus, kereta, hingga pesawat terbang. Pilihan tercepat adalah dari Madrid. Perjalanan dengan kereta dari Madrid menuju Granada dapat ditempuh dalam waktu sekitar 4 jam dengan biaya 27-35 euro. Jika menggunakan bus, Granada dapat dicapai kurang lebih sekitar 5 jam dari Madrid dengan biaya lebih murah yaitu sekitar 19 euro. Jika anda memiliki waktu terbatas, terbang dari Madrid menuju Granada dengan waktu tempuh sekitar satu jam bisa menjadi pilihan, tapi tentu dengan mengeluarkan biaya lebih mahal dibanding dua moda tranportasi lainnya.
-----
Dimuat di majalah Farah, November 2018.
Tulisan di blog ini adalah versi asli tanpa editing.
No comments:
Post a Comment